MEMBANGUN GENERASI SANTUN


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, turut andil merubah wajah negeri yang berjuluk jamrud khatulistiwa ini. Sebelum munculnya stasiun televisi, kita hanya mengandalkan radio dan surat kabar yang jumlahnya terbatas untuk memperoleh informasi. Begitu pun halnya dengan komunikasi. Surat masih menjadi andalan untuk sekedar berkirim kabar, yang membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke tujuan. Munculnya stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang mulai mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962, menandai era baru dunia penyiaran kita.

Memulai tayangan perdana dengan menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari Istana Negara Jakarta, seolah memberi pesan bahwa Indonesia telah siap membangun informasi dan komunikasi. 


Dengan mengudaranya satelit Palapa pada tanggal 9 Juli 1976, semakin memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni telepon, fax, dll. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan berkembanganya jaringan selular, yaitu GSM pertama di Indonesia, yakni sebuah teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G). 

Dan.....puncaknya adalah dengan masuknya internet di Indonesia. Ledakan Internet di Indonesia sendiri terjadi sekitar tahun 1994. Ditandai dengan berdirinya Indonet, sebagai Internet Service Provider (ISP) pertama. Sebelumnya Internet sudah masuk ke Indonesia melalui jaringan akademis dan pusat riset, sehingga hanya golongan akademis dan peneliti yang dapat memanfaatkannya. Itupun masih terbatas pada fasilitas e-mail saja.

Perkembangan informasi dan komunikasi ini tentu disambut dengan penuh sukacita. Kemudahan akses informasi dan komunikasi membuat kita seolah dapat memantau perkembangan yang terjadi di berbagai negara. 

Kemudahan akses ini juga memberi dual efek, positif dan negatif. Tak hanya informasi-informasi positif yang mudah diperoleh, informasi negatif juga sama mudahnya. Game online yang memuat adegan kekerasan dan seks, situs-situs porno, perjudian dapat diakses tanpa kesulitan. Efek yang sangat ditakutkan dengan maraknya konten-konten negatif tersebut adalah terjadinya degradasi moral. 

Diantara informasi negatif yang banyak diakses konten-konten yang memuat unsur pornografi. Dan ironisnya, pengakses konten-konten negatif ini hampir separuhnya masih usia belia. Ini gejala yang patut mendapat perhatian serius. Tak hanya menjadi tanggung jawab para orang tua, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Terutama pihak-pihak tertentu yang turut andil dalam penyebaran konten-konten bermuatan pornografi. 

Dalam sebuah seminar, seorang psikolog bernama Elly Risman M.Psi (Yayasan Buah Hati) menampilkan satu sms bahasa alay.


Masih bingung membacanya kawan? Sms diatas jika dilihat dengan teliti, maka inilah yang terbaca ;

“My Luppi Tks ya udah mo nyoba.Beneran sakitnya cuman sebentar. Besok ku ke rumahmu kita coba lagi. Ku beliin pengamannya, mau rasa apa”

Kaget? Jelas ..... Ini bukan sms sepasang suami istri, tapi anak yang masih ingusan berusia 15 tahun yang mulai ketagihan dengan ML (Making Love). Lalu darimana mereka memperoleh keberanian untuk melakukan perbuatan yang sangat dilarang oleh agama manapun? 

Kita hidup di era digital dimana banyak isi media elektronik dan cetak yang bisa diakses, namun sebenarnya mengandung unsur pornografi. Pornografi bisa mendatangi mereka yang masih belia melalui games, internet, ponsel, TV, DVD, komik, maupun majalah.


Konten-konten yang mengandung unsur pornografi sangat berbahaya bagi perkembangan seorang anak. Dimana dapat membuat seseorang kecanduan. Proses kecanduan dan akibatnya ini yang harus diwaspadai. 

Di dalam otak ada bagian yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). PFC adalah tempat dibuatnya moral, nilai-nilai, rasa bertanggung jawab untuk perencanaan masa depan, organisasi, pengaturan emosi, kontrol diri, konsekuensi dan pengambilan keputusan. PFC akan matang pada usia 25 tahun. 

Dalam film Spiderman 1, ada petikan dialog menarik antara Peter Parker dan pamannya Ben Parker. Uncle Ben memberi nasehat kepada Parker yang kala itu berusia 25 tahun, “Peter, these are the years when a man changes into the man he’s going to be for the rest of his life. Just be careful who you change into”.

Sekali anak mencoba kenikmatan semu, maka ia akan kebanjiran hormon dopamin (hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus). Akibatnya ia akan merasa senang, tapi kemudian dalam hatinya timbul perasaan bersalah. Saat anak merasa senang (kebanjiran dopamin), ia akan terganggu dalam; membuat analisa, penilaian, pemahaman, pengambilan keputusan, makna hubungan, dan hati nurani. Akibatnya, spiritualitas atau imannya akan terkikis. Jika narkoba ‘hanya’ akan merusak tiga bagian otak , tetapi pornografi/seks akan merusak lima bagian otak.

Apa yang mereka inginkan dari anak-anak kita? Mereka menginginkan anak-anak kita memiliki mental model porno dimana akan-anak akan mengalami kerusakan otak permanen yang hasil akhirnya yang diincar adalah incest (bersetubuh dengan saudara kandung). Sasaran tembak utamanya adalah anak-anak yang belum baligh. Jika anak-anak ini sudah mengalami 33-36 ejakulasi, mereka akan menjadi pecandu pornografi. Merekalah pasar masa depan bagi industri pornografi; perfilman, majalah, musik, jaringan TV kabel, pembuat dan pemasar video games.

Terlepas dari peran orang tua yang harus aktif dalam memperhatikan perkembangan anaknya, kita juga tak bisa menapikan peran stakeholder. Membanjirnya konten-konten bermuatan pornografi dalam beragam rupa (games, situs, iklan, film), dipastikan lemahnya regulasi yang mengaturnya. 

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki kewenangan penuh dalam mengontrol pembangunan teknologi berbasis informasi dan komunikasi. Tak hanya fokus membangun sarana komunikasi hingga menjangkau tempat-tempat terpencil, tetapi juga membangun database jaringan yang mampu mengcounter situs-situs pornografi. Para wakil rakyat juga bisa mengeluarkan undang-undang yang mengatur dengan jelas batasan pornografi yang selama ini terkesan masih kabur. 

Dengan serius menangkal pengaruh negatif pornografi yang muncul di situs, film, games, tayangan-tayangan di televisi yang menawarkan budaya hidup hedonis, kita bisa membangun Indonesia yang lebih bermartabat, santun dan menjunjung tinggi adat ketimuran yang selama ini menjadi budaya bangsa. 


#KitaIndonesia

Posting Komentar

0 Komentar