Membumbung Asa Membina Rasa


"Bersama Tak Harus Sama, Berbeda Tak Harus Berpisah"

Teringat kembali obrolan beberapa bulan yang lalu ketika kumpul bareng  rekan-rekan guru yang sedang menunggu dimulainya rapat akhir semester. Sembari menunggu ada salah seorang guru yang terlihat asik dengan hapenya. Berulang kali terdengar bunyi centrang-centring pertanda ada notif yang masuk sembari tertawa cekikikan. Hingga ada yang nyeletuk,
“Ealaaa.... dari tadi asik chatingan aja. Online terus, ngalah-ngalahin Pak Rahmad!”
Mendengar namaku disebut, sejenak kulepas pandangan dari layar hape. Kulempar senyum manis dari yang termanis (huaatciimm.... ^^). Bak besi yang tertarik magnet, Ia datang menghampiri dan duduk disampingku. Memperhatikan hape dengan merk ala kadarnya milikku yang saat itu memperlihatkan whatsapp dengan beberapa group yang masih aktif. Kembali keisengan menghampiri sahabatku yang satu ini (tak usah kusebutlah ya namanya...). Direbutnya hape dari tanganku.
“Ini beneran pak, notifnya sampe ratusan gitu? Laah ini malah ribuan. Pasti gak dibaca semuakan.....” Lalu mengalirlah cerita ringan diantara kami.

Ngegroup di beberapa aplikasi chat bisa disebut aktifitas kekinian. Menjamurnya bisnis online, seminar/workshop, hingga komunitas-komunitas yang semuanya terkoneksi via jaringan internet mendorong para ‘aktivis medsos’ untuk berkumpul bersama. Kegiatan seperti ini tentu saja memiliki efek dibelakangnya. Salah satu konsekuensinya tentu turut andil menyita waktu, tenaga dan fulus. Tapi itu wajar kawan.... Ada sebab pasti ada akibat, begitulah sunatullahnya. Tak heran ada yang berpendapat ini adalah kegiatan membuang-buang waktu. Eitts... STOP dulu bro!!


Salah satu trainer di Medan, Bang Habibie pernah menyampaikan “bahagia itu dirasakan hati, tetapi dibentuk dari pikiran.” Dengan kaidah yang sama bisa dikatakan “Prasangka itu berlangsung di hati, tetapi dibentuk di pikiran.” Ketika memakai kacamata husnudzon dalam menilai sesuatu, yakinlah pandangan penuh aura positif yang akan terlihat. Pun sebaliknya jika menggunakan kacamata suudzon.

Kembali ke obrolan tadi, sahabatku yang satu ini bertanya gimana bisa akrab kalau tidak pernah bertemu. Justru disini terletak seni dalam berkomunikasi. Selain alat komunikasi apa yang bisa menghubungkan orang-orang yang terpisahkan jarak dan waktu? Getaran rasa kawan...!! (bahasa kerennya mah vibrasi).

Mungkin kamu menganggap ini omong kosong. Tapi yakinlah, ini benar terjadi kawan. Dan tahukah kita, vibrasi apa yang terbesar dan abadi hingga saat ini? Cinta seorang kekasih Allah bernama Muhammad bin Abdullah (Shollu ‘alaihi) kepada umatnya. Ketika ajal kian dekat, apa yang beliau ucapkan? Ummati....ummati.... T_T
Tak heran, walau terpisah 1.400 tahun kita masih merasakan cintanya hingga dengan tsiqoh masih memegah teguh ajarannya hingga saat ini.


Diantara group whatsapp yang aku tergabung sebagai anggota adalah group kepenulisan, yang salah satunya bernama Writer Rangers. Group koplak, group gendeng, group random (ntah apalagi kami menyebutnya). Tetapi justru disini masing-masing merasa nyaman tampil sebagai pribadi apa adanya. Tanpa malu menunjukkan [atau ditunjukkan] sisi kekoplakan dari dirinya. Heuheu..... (big hug for you WR) ^^

***
“Tapi kan Pak, bisa aja kalian saling berpura-pura akrab....”

Kubuka ransel, meraih si putih dari dalam. Kutunjukkan padanya buku Genap yang kudapat secara gratis sebagai reward dari kompetisi yang pernah diadakan di WR. Bahkan di rumah masih ada satu lagi si pinky, karya Pak Cah Wonderfull Family. Keduanya didapatkan dari sahabat jauh bernama Eva Zahra yang bermukim dengan nyaman di Magelang. Masih ada lagi si mungil nan keren tas kecil bodypack yang didapat dari Mas Anto. Pejuang kehidupan di Jakarta yang rela terpisah jauh dengan anak dan istrinya di Malang (betul-betul malang ya om... haghag). Dan masih ada lagi benda-benda yang didapat sebagai hadiah. Lalu energi apa yang menggerakkan hati mereka untuk memberikan itu semua? Padahal masing banyak anggota group yang belum pernah bertemu satu sama lain, yang rela harus repot mengeluarkan uang, meluangkan waktu untuk mengirimkannya. Inilah getaran rasa itu, yang terakumulasi dalam sebuah ikatan bernama ukhuwah. Ini bukan peristiwa ujug-ujug. Seperti yang disebutkan diatas, ketika berbaik sangka maka semua akan terasa indah.

Oleh karena itu, perlakuan khusus kudu diberikan pada group-group yang telah memberi pengaruh positif. Salah satu perlakuan khusus itu adalah dengan sabar membaca setiap notif yang masuk walau jumlahnya ratusan (bahkan ribuan). Tentu dalam kadar sebatas kemampuan kita. Walau tidak dibaca secara teliti satu persatu, setidaknya memiliki gambaran apa yang sedang dibicarakan. Pun halnya ketika harus membaca karya-karya mereka yang tertuang dalam bentuk artikel di blog atau sharing group. Membaca dari awal hingga akhir, agar dapat mengambil ibroh dan memberikan pendapat atau saran secara adil. Sehingga ketika memberi tanggapan terhindar dari potensi kesalahpahaman yang bisa saja diakibatkan ‘sekilas pandang’.

Interaksi selalu menimbulkan gesekan yang akhirnya bisa menimbulkan perbedaan, benturan bahkan perpecahan. Tak usah khawatir, karena ini adalah suatu keniscayaan. Justru hal ini menjadi peluang untuk mengelola perbedaan. Hingga tetap bersama dalam lingkaran kebaikan yang senantiasa terus dapat ditumbuhkan. Karena rasa itu adalah anugerah-Nya yang  jika dikelola dengan baik akan membumbungkan asa hingga tergantung diantara bintang di angkasa.

***
Derap sepatu yang terdengar memasuki ruangan rapat menghentikan obrolan kami. Dengan berbisik rekan guru yang duduk disampingku berbisik,
“Boleh dong saya dimasukkan ke group-groupnya Pak Rahmad. Biar belajar bareng kita. Salah satunya ya... itu WR.”
Dengan berbisik pula kujawab permintaannya, “Ok... asal siap-siap aja bolak-balik ngecas hape. Tapi untuk WR gak usah dulu ya. Cukuplah kami-kami yang koplak, Ibu gak usah ikutan....” ^^

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Naah jadi gimana Oom, jadi disesatkan di WR orangnya..?

    BalasHapus