PELAJARAN MENDENGAR


Petang kemarin adalah petang yang tak biasa. Di tengah rapatnya rintik hujan yang turun ba’da Magrib, membuat banyak orang enggan melakukan aktifitas diluar rumah. Saat keluar dari Masjid, terlihat beberapa orang yang duduk diteras menunggu hujan reda. Di salah satu sudut kulihat sosok lelaki yang beranjak senja asik dengan bacaannya. Kontras sekali dengan orang-orang disekitarnya yang tekun memainkan ponselnya. Kuhampiri beliau, sekedar untuk menyapa.

Assalamu’alaikum Pak, boleh duduk disini yaa....” Tanyaku sembari nyengir. Tanpa menunggu jawaban darinya, langsung kujatuhkan tubuhku tepat disamping si Bapak. Tak kusangka Ia langsung menutup buku dan menjawab salamku dengan ramah. Dan terjadilah dialog yang hangat di tengah dinginnya suasana. Disingkat aja, biar ga kepanjangan. A (Aku), B (Bapak). ^^
B : “Wa’alaikum salam wa rahmatullah....”
A : “Ehh....monggo Pak, diterusin aja ngebacanya”
Sejenak Bapak ini  terdiam. Kemudian dengan serius memperhatikanku. Ditatapnya lekat hingga beberapa lama wajahku yang manis ini (aaheeewww).
B : “Wajahmu kok ga asing yaa.....”
A : “Hehehehe......wajah pasaran nih Pak. Jadi maklum aja Bapak kayak pernah liat. Oh ya, namaku Rahmad Pak”. Kuulurkan tangan saat menyebut nama, yang disambutnya dengan genggaman erat,
B : “Muhadjir.....”
A : “Waaa..... mirip nama temenku Pak, cuma beda di huruf u nya aja. Tapi perempuan loh Pak”. Langsung teringat sahabatku, si embul Mawaddah yang selalu ceria. ^^
B : “Hehehe.... beruntung nak kalau sampean punya sahabat. Jadikan ia sebagai sarana kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.”
A : “Bapak bukan asli sini ya?” celutukku saat mendengar suaranya yang medok khas Jawa.
B : “Iyaaa..... kulo dari Jawa Timur, tepatnya di Madiun.”
A : “Ehhh... tadi maksudnya apa yaa Pak, punya sahabat dijadiin sarana tuk jadi pribadi yang lebih baik?” Masih penasaran aku dengan pernyataannya barusan.
B : “Laaa.... orang lain itu, khususnya sahabat adalah kesempatan kita untuk berlatih bersabar. Banyak mendengar, mendengar keluh kesahnya. Sampean tahu toh, kalau ada karakter yang hilang dari anak-anak muda sekarang?”
A : “Apa yaa Pak?? Tapi kalo ngebandingin masa kecil aku dengan sekarang beda jauuh Pak. Kalo dulu sih kita masih suka main bareng, kemana-mana selalu barengan.”
B : “ Naahhh... itu salah satunya yang hilang. Kebersamaan yang ada kurang terjalin erat sekarang. Efeknya yaaa, pada gede-gede egonya. Dan sampean tahu, dengan bersama kita belajar untuk memahami satu hal?”
A : “Apaan yaa Pak?” Tanyaku makin kepo. Hujan yang mulai reda tak lagi kuhiraukan.
B : “Hal yang penting itu adalah mendengar. Betapa selama ini kita secara tidak langsung telah didoktrin untuk lebih mementingkan diri sendiri. Waktu masih sd, ada nggak pelajaran mendengar nak Rahmad?”
A : “Waaaa ora ono Pak. Paling juga pelajaran menulis. Sampe ada buku alus kasar untuk nulis huruf sambung, hehehe....”
B : “Naahhh itu dia. Di Eropa justru ada pelajaran mendengar dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah. Jadi mereka membentuk lingkaran, kemudian bergiliran mereka akan berbicara menceritakan aktifitas mereka. Sedangkan yang lain mendengar, kemudian menanggapinya. Hal ini terlihat sepele, tetapi memberi dampak yang besar bagi psikologis anak. Salah satunya tentunya meningkatkan rasa percaya diri. Jika seorang anak yang telah percaya dengan kemampuan yang ada pada dirinya, yakinlah mereka akan siap mengarungi kerasnya kehidupan ini.”
Teringat aku akan duo krucil di rumah. Mereka akan reaktif saat terkadang melihat Abi atau Uminya tak terlalu memperhatikan saat mereka bertanya. Biasanya mereka akan memegang kedua pipi orang tuanya dan menghadapkan ke wajah mereka. (maafkeunnn yo nak....)T___T

A : “ Haahhhh... itu dia Pak. Kurikulum pendidikan di negara kita justru kurang memperhatikan pembentukan karakter. Justru fokus dengan pencapaian nilai. Belum lagi kebijakan-kebijakan yang senantiasa berubah. K-13 contohnya.”
B : “Waaa... sampean tahu juga tentang K-13 ya?”
A : “Hehehehe... gini-gini aku juga guru Pak. Sebenarnya K-13 udah bagus sih Pak. Muatannya caracter building banget sih. Cuma yaa itu, sosialisasinya kurang banget. Jadi wajar aja banyak rekan-rekan guru yang masih belum nyambung saat melihat nilai tak semata angka, tapi lengkap dengan deskripsi-deskripsinya. Dan ini sebenarnya PR besar pemerintah, khususnya Kemendikbud. Tapi entahlah Pak, liat kinerja Kemendikbud sekarang jadi pusing. Suka kali lempar kebijakan yang belum pasti. Yang sertifikasi mau dihapus laah, sekolah fuulday laah, resonansi finansial laah..... besok-besok entah apalagi kegaduhan yang dibuat. Udah ngekor aja ama bosnya yang emang suka bikin kegaduhan. Padahal kan menterinya yang baru guru besar di Universitas Muhammadiyah Malang. Logikanya kan beliau tau bener seluk beluk dunia pendidikan. Iya toh Pak.....”
Kulihat Bapak Muhadjir terdiam cukup lama. Hingga ia menghela napas panjang......
B : “Begitulah nak Rahmad fenomena pemerintahan kita sekarang. Selalu ada faktor X di setiap kebijakan yang diambil. Selalu ada tekanan dan campur tangan dari pihak tertentu. Saat kebijakan diambil tak sesuai dengan keinginan pihak-pihak tertentu itu, maka bersiap untuk mengganti kebijakan lagi. Kalau nak Rahmad jadi Menteri Pendidikan, apa yang akan dilakukan?”
A : “Waaa.....ga pernah kepikiran jadi pejabat aku Pak. Masa orang yang ‘slengek’ kayak aku jadi pejabat negara.hehehehe.... Tapi seandainya beneran jadi Menteri Pendidikan, hal yang pertama yang aku lakuin yaa merubah sistem pendidikan kita Pak. Yang lebih aware pada pembentukan karakter anak. Salah satu contohnya yaa memasukkan mata pelajaran baru bernama Pelajaran Mendengar.
B: “Bagus itu....mudah-mudahan saja Bapak Menterinya dengar yaa.” Senyum nan teduh itu diperlihatkan oleh Bapak Muhadjir.
Tiba-tiba saja......
Hujan sudah reda Pak, mari kita kembali ke hotel” suara ngebas dari seorang laki-laki memecah suasana.
A: “Baiklah.... cukup sampai disini ya nak Rahmad. Senang bisa ngobrol-ngobrol sama sampean.” Ucapnya sembari menyalamiku.
Bergegas Pak Muhadjir masuk ke dalam mobil hitam yang telah menunggunya di depan gang. Tak berapa lama berbalik badan dan kembali menghampiriku.
A : “Saya baru ingat, pernah baca artikel sampean yang judulnya kalau tidak salah Pengajar(pun) belajar. Tetap semangat terus untuk menulis ya nak Rahmad. Bapak doakan tahun ini sampean bisa nerbitin buku. Insya Allah saya jadi salah satu pembeli pertama.”
B : “Subhanallah.... makasih banget Pak udah singgah ke blog aku, rahmadceria.blogspot.com.”
Kuperhatikan mobil hitam yang membawa Bapak Muhadjir pergi. Sekilas terlihat olehku nomor plat kendaraan yang membawanya, R-31.
Seketika mataku terbelalak, kode R kan untuk pejabat tinggi negara. Segera kuraih ponsel dikantong, langsung googling nomor plat kendaraan pejabat negara. Dan....... kutepok jidatku, tak percaya dengan kejadian barusan. Ternyata beliau adalah Menteri Pendidikan, Bapak Muhadjir Effendy. Ternyata........

...
.....
.......
“Mas.....mas.....bangun. Udah jam 4 tuh!!” Suara lembut ditelinga plus tepukan di bahu membuatku terbangun dari tidur yang nyenyak. Hoaaammm..... Kulirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 04.00 dini hari. Dengan terkantuk-kantuk, kuayunkan kaki ke kamar mandi untuk berwudhu. Di akhir tahajud, aku tersenyum sendiri. Membayangkan mimpi barusan yang terasa nyata.



Medan, di penghujung Oktober yang dingin

Posting Komentar

0 Komentar